Jumat, 09 Oktober 2009

Menghidupkan Sunnah Rasul dengan AQIQAH


Barang siapa yang menghidupkan sunnahku disaat terjadi kerusakan pada ummatku maka baginya pahala seseorang yang mati syahid.” (Rasulullah saw.)

Hadits ini menyadarkan kita akan pentingnya kembali pada kehidupan Islami dan enghidupkan sunnah Nabi saw. terutama di saat ummat mulai cenderung dan terpedayadengan segala gaya hidup yang tidak berasal dari nilai-nilai Islam. Hal tersebut mengakibatkan ummat Islam tidak lagi memiliki jati diri, dan kecintaannya kepada Nabi saw. sebagai suri teladan larut sedikit demi sedikit, berganti mengikuti erak dan gaya masyarakat yang jahiliyah, termasuk dalam menyambut kehadiran anak yang sebenarnya merupakan amanah Allah SWT.


Beberapa Hal yang Harus Dilakukan oleh Orang tua Setelah Kelahiran Anaknya:
1. Menyuarakan adzan di telinga kanan dan qomat di telinga kiri bayi.
   Hal ini berdasarkan atas sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dari Abu Rafi’: Aku melihat Rasulullah saw. Menyuarakan adzan pada telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika Fatimah melahirkannya.
2. Melakukan tahniq, yaitu menggosok langit-langit (mulut bagian atas) dengan kurma yang sudah dilembutkan. Caranya ialah dengan menaruh sebagian kurma yang telah ikunyah pada jari, dan memasukkan jari itu ke dalam mulut bayi, kemudian menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke kanan dengan gerakan yang lembut hingga merata di sekeliling langit-langit bayi. Jika kurma sulit di dapat, tahniq ini dapat dilakukan dengan bahan yang manis lainnya, seperti madu atau saripati gula, sebagai pelaksanaan sunnah Nabi saw. Di dalam Shahihain, terdapat hadits dari Abu Burdah, dari Abu Musa r.a., ia berkata: Aku telah dikaruniai seorang anak, kemudian aku membawanya kepada Nabi saw. lalu beliau menamakannya Ibrahim, menggosok-gosok langit-langit mulutnya dengan sebuah kurma dan mendo’akannya dengan keberkahan. Setelah itu beliau menyerahkannya kepadaku. 
Hikmah dari tahniq ini ialah untuk menguatkan syaraf-syaraf mulut dan gerakan lisan beserta tenggorokan dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak siap untuk menghisap air susu ibunya dengan kuat dan alami. Lebih utama kalau tahniq ini dilakukan oleh ulama / orang yang shalih sebagai penghormatan dan pengharapan agar si bayi menjadi orang yang shalih pula.
3. Mencukur rambut kepala bayi, Memberi nama, dan Aqiqah.

Makna ‘Aqiqah
Secara bahasa ‘aqiqah berarti memutus. Sedangkan secara istilah Syara’ aqiqah berarti
menyembelih kambing untuk anak pada hari ke tujuh dari hari kelahirannya.

Pentingnya Aqiqah
Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya anak itu diaqiqahi. Maka tumpahkanlah darah baginya dan jauhkanlah penyakit daripadanya (dengan mencukurnya).” (Hadits shahih riwayat Bukhari, dari Salman Bin Amar Adh-Dhabi).
Rasulullah saw. bersabda : “Setiap anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan (binatang) pada hari ke tujuh dari hari kelahirannya, diberi nama pada hari itu dan dicukur kepalanya”. (Ashhabus-Sunan).
‘Aqiqah adalah tanda syukur kita kepada Allah SWT atas nikmat anak yang diberikan- Nya. Juga sebagai washilah (sarana) memohon kepada Allah SWT. agar menjaga dan memelihara sang bayi. Dari hadits di atas pula ulama menjelaskan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi para wali bayi yang mampu, bahkan tetap dianjurkan, sekalipun wali bayi dalam kondisi sulit.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Aqiqah.
1. Kambing yang akan di sembelih mencapai umur minimal satu tahun dan sehat tanpa cacat sebagaimana persyaratan untuk hewan qurban.
2. Jika bayi yang dilahirkan laki-laki, dianjurkan untuk menyembelih dua ekor kambing yang sepadan (sama besarnya), sedangkan bayi perempuan disembelihkan satu ekor kambing. Hal ini berdasar atas hadits dari Ummu Karaz al-Ka’biyah, Rasul saw. bersabda: “Bagi anak laki-laki (disembelihkan) dua ekor kambing dan bagi anak perempuan (disembelihkan) satu ekor. Dan tidak membahayakan kamu sekalian apakah (sembelihan itu) jantan atau betina” (H. R. Ahmad dan Tirmidzi) Hal di atas berlaku untuk orang yang dikaruniai rizqi yang cukup oleh Allah SWT. Sedangkan orang yang kemampuannya terbatas, diperbolehkan untuk meng’aqiqahi anak laki-laki maupun anak perempuan dengan satu ekor kambing. Hal ini berdasar atas hadits dari Ibnu ‘Abbas r.a.: “Bahwa Rasulullah saw. telah meng’aqiqahi Al- Hasan dan Al-Husain dengan satu ekor biri-biri.” (H.R. Abu Dawud), dan juga riwayat dari Imam Malik: “Abdullah bin Umar r.a. telah meng’aqiqahi anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan, satu kambing-satu kambing.”
3. Dianjurkan agar ‘aqiqah itu disembelih atas nama anak yang dilahirkan. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mundzir dari ‘Aisyah r.a.: Nabi saw. bersabda: “Sembelihlah atas namanya (anak yang dilahirkan), dan ucapkanlah, ‘Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, bagi-Mu-lah dan kepada-Mulah aku persembahkan ‘aqiqah si Fulan ini.” Akan tetapi, jika orang yang menyembelih itu telah berniat, meskipun tidak menyebutkan nama anak itu, maka tujuannya sudah tercapai.
4. Adapun daging aqiqah tersebut selain dimakan oleh keluarga sendiri, juga disedekahkan dan dihadiahkan.
5. Disukai untuk memberi nama anak pada hari ketujuh dengan memilihkannya nama-nama yang baik, lalu mencukur rambutnya, kemudian bersedekah senilai harga emas atau perak yang setimbang dengan berat rambutnya. Dari Ali r.a. berkata: Rasulullah saw. memerintahkan Fatimah dan bersabda : “Timbanglah rambut Husain dan bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat timbangan (rambut)nya dan berikanlah kaki kambing kepada kabilah (suku bangsa)”.
Demikianlah tulisan ringkas yang dapat kami sampaikan, semoga anak-anak kita yang lahir kemudian di’aqiqahi mendapat rahmat, inayah, serta dilindungi Allah SWT. dari godaan syaitan yang terkutuk dan dimudahkan jalannya dalam menempuh Shiraathal Mustaqim. Aamiin.


Kamis, 01 Oktober 2009

Khutbah Iedul Fitri

Kalimat Takbir

الله اكبر ×7 الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا لا اله الا الله والله اكبر الله اكبر ولله الحمد . الحمد لله والصلا ة والسـلا م على رسـول الله اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له واشهد ان محمد ا عبده ورسـوله لانبي بعده. ونصلى ونسـلم على محمد ابن عبد الله أما بعد. فيا أيها الحا ضرون : اتقوا الله حق تقا ته ولا تموتن الا وانتم مسـلمون.

Kalimat takbir, tahmid, tasbih dan tahlil yang kita kumandangkan adalah untuk mengagungkan Allah SWT. Sebagai tanda syukur kita kepada Allah SWT. Maka inilah yang sering tidak disadari oleh manusia : betapa banyaknya ni’mat Allah yang telah diberikan kepada kita, akan tetapi betapa sedikitnya ungkapan rasa syukur kita kepada Allah. Allah SWT. Memberikan gambaran mengenai siksaan bagi orang yang kufur ni’mat dalam Q.S. al-Nahl : 112 :


Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
Allah SWT. Memberikan contoh dalam al-Quran kisah bangsa Saba', suatu negeri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal sholeh, penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama' ahli tafsir mengisahkan bahwa: dahulu, wanita kaum Saba' tidak perlu untuk memanen buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup membawa keranjang di atas kepalanya, lalu melintas dikebunnya, maka buah-buahan yang telah masak dan berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus bersusah-payah memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.
Sebagian ulama' lain juga menyebutkan bahwa dahulu di negeri Saba' tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang bagus, cuacanya yang bersih, dan berkat rahmat Allah yang senantiasa melindungi mereka. Kendatipun Allah memberikan ni’mat yang banyak kepada mereka dan senantiasa membuka pintu taubat kepada mereka, namun mereka masih tetap berpaling mendurhakai Allah dan tidak mensyukuri ni’mat yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka. Maka akibatnya adalah Allah memberikan adzab kepada mereka dengan mendatangkan banjir yang besar dan Allah pun ganti kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi pepohonan yang berbuah pahit dan banyak duri. Demikianlah Allah membalas mereka disebabkan karena perbuatannya enggan bersyukur kepada Allah.
Ribuan tahun yang lalu Nabi Musa AS. Pernah bertanya kepada Allah SWT. : Ya Allah siapakah di antara hambamu yang paling kaya ? apakah Qarun yang saat itu hartanya memiliki harta melimpah ruah ? ataukah fir’aun yang saat itu memiliki jabatan dan kedudukan sebagai raja ? Allah menjawab dengan tegas dan jelas : wahai Nabi Musa AS. Di antara hambaku yang paling kaya adalah hamba yang pandai bersyukur kepada Allah. Allah tidak akan bertanya berapa jumlah harta dan jabatan yang dimiliki oleh manusia, akan tetapi Allah akan bertanya syukur atau kufur terhadap ni’mat yang telah diberikan kepada manusia.
Kalau kita berfikir sejenak, sebetulnaya dalam perjalanan hidup kita semenjak dari bangun tidur sampai menutup mata untuk tidur kembali, tidak ada yang hampa dari ni’mat Allah, kita bisa bernapas, duduk, berjalan, makan, minum, puasa di bulan ramadlan dan seterusnya, semuanya merupakan ni’mat Allah. Di antara saudara kita ada yang tidak bisa duduk, berjalan, makan, minum, dan puasa di bulan ramadlan seperti kita.
Ukuran pahala puasa bukan hanya terletak pada lapar dan haus yang dirasakan seseorang, sebagaimana terungkap dalam hadits ;
ليس الصيام من الأكل والشـرب وإنما الصيام من اللغو والرفث {رواه الحاكم والبيهقى}
Puasa itu bukanlah hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji.
Dan hadits lain juga menegaskan :
كم من صائم ليس له من صيامه الا الجوع والعطش
Berapa banyak orang yang berpuasa, akan tetapi tidak memperoleh apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan haus saja.
Agar ibadah puasa yang dilaksanakan kita tidak sia-sia, maka perlu memahami memahami makna puasa dengan baik dan benar, sehingga dampak pendidikan, semangat ibadah dan kesolehan sosial yang terdapat dalam puasa itu pengaruhnya tidak saja selama bulan puasa, tapi juga akan terasa dalam kehidupan sehari-hari di luar bulan ramadlan.
Selama satu bulan kita dilatih untuk bisa mengendlikan hawa nafsu, sehingga kita memiliki jiwa yang penuh kebaikan, kasih sayang dan senang menjunjung kebenaran inilah yang kemudian disebut dengan ’idul Fitri. Betapa tidak, orang yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya, ketika ia mengejar materi, ia akan menjadi tamak dan serakah, tidak lagi memandang mana yang halal dan haram, mana yang hak dan bathil, melakukan tindak pidana korupsi dan merampas serta mengambil hak orang lain, orang seperti ini digambarkan dalam Q.S. al-Baqarah : 65 :
lalu kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina".

Sebagian mufassir menjelaskan ayat tersebut di atas, bahwa manusia memiliki sifat dan prilaku seperti monyet yaitu serakah, rakus, tamak, tidak ingat orang lain, tidak mau berbagi kepada orang lain, pelit dan bakhil.
orang yang tidak mampu mengendalikan diri, untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan dalam rangka memperturutkan ambisi pribadi dan kelompoknya, maka akan melakukan dengan menghalalkan segala cara, sehingga akan merugikan orang lain yang pada gilirannya masyarakat akan menderita. Gambaran orang yang memiliki sifat tersebut al-Quran surah al-A’raf :176 menjelaskan :
Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.Lebih tegas lagi Allah menjelaskan dalam Q.S. Thoha : 124 – 126 yaitu :

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".
Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"
Allah berfirman: "Demikianlah, Telah datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun dilupakan".

Orang yang suka menuruti keinginan hawa nafsunya akan bersikap melampaui batas dan sewenang-wenang. Sikap melampaui batas timbul akibat ketergilaan terhadap kesenangan dunia, seperti yang digambarkan dalam Q.S. al-Humazah : 2 – 3 :
Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
Sifat yang digambarkan dalam ayat tersebut di atas akibat adalah :
Hidup bermegah-megahan akan membuat manusia lupa sampai memasuki lubang kubur.
Lupa dalam ayat tersebut diatas mencakup banyak hal : lupa aturan, lupa diri sendiri, lupa saudara, lupa keluarga, lupa zakat, infak, dan shodaqah dan sampai akhirnya lupa akan mati. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. al-’Adiyat : 6 – 7 :
Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, karena dia sangat mencintai hartanya.

Karena manusia dilahirkan dalam keadaan fithrah yang artinya suci, bersih, benar, baik dan indah, maka perbuatan menuruti hawa nafsu bertentangan dengan jati diri manusia sehingga akan mengganggu ketentraman dan kedamaian hati manusia. Suatu hari Nabi SAW. Ditanya oleh seorang sahabatnya : Apa itu dosa ya Rasulullah ? beliau menjawab :

ما حاك فى النفس وكرهت أن يطلع عليه الناس

Dosa adalah sesuatu yang terbetik dalam hatimu dan kamu tidak suka orang banyak mengetahuinya.

Kita tidak suka orang banyak mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati kita, jika yang tersembunyi itu bertentangan dengan hati nurani. Karena dengan sendirinya dosa akan menjadi sumber kesengsaraan bathin dan bisa jadi juga kesengsaraan lahir. Karena itu dengan kasih sayang-Nya, Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk bertaubat mensucikan diri kita dari dosa baik hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Maka dihari yang suci ini, marilah kita sama-sama renungkan dan perhatikan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat :

أتدرون من التائب ؟
Apakah kamu tahu orang-orang yang tobat ?
Para sahabat menjawab :

قلنا الله ورسوله أعلم
Kami (para sahabat) menjawab Allah dan Rasulullah yang lebih mengetahui.
Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan :

ومن تاب ولم يتعلم العلم فليس بتائب

Barangsiapa yang bertobat belum mau untuk belajar, maka ia belum termasuk orang-orang yang bertobat.

ومن تاب ولم يغير خلقه فليس بتائب

Barangsiapa yang bertobat dan belum merubah prilaku (akhlaknya), maka ia belum termasuk orang-orang yang bertaubat.

ومن تاب ولم يزد فى العبادة فليس بتائب

Barangsiapa yang bertobat dan belum menambah dalam ibadahnya, maka ia belum termasuk orang-orang yang bertobat.

ومن تاب ولم يزضى الخصماء فليس بتائب

Barangsiapa yang bertobat dan belum damai dengan musuhnya, maka ia belum termasuk orang-orang yang bertobat.

ومن تاب ولم يطو فراشـه فليس بتائب

Barangsiapa yang bertobat dan belum mau untuk bangun malam, maka ia belum termasuk orang-orang yang bertobat.

ومن تاب ولم يتصدق ماله فليس بتائب

Barangsiapa yang bertobat dan belum menyedekahkan hartanya, maka ia belum termasuk orang-orang yang bertobat.

Oleh karena itu, puasa mendidik dan melatih kita untuk bisa mengendalikan hawa nafsu sehingga kita termasuk orang-orang yang bertaubat sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits tersebut di atas yaitu taubah nasuha (taubat yang yang sungguh-sungguh) dan dilengkapi dengan menjadi manusia yang pandai menghapus bekas-bekas luka hati yang menyakitkan. Karena itulah kita berada dalam fthrah yang suci sambil mengucapkan :

تقبل الله منا ومنكم صيامنا وصيامكم وجعلنا الله من العا ئدين والفائزين

Semoga Allah menerima amalan dan puasa kita semua dan Allah menjadikan kita semua orang-orang yang kembali suci bersih dan mendapatkan kemenangan.



 

Followers

Site Info

Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template Vector by DaPino